SANGIHE.SASTALPOS.COM- Kabupaten Kepulauan Sangihe menyimpan jejak panjang perjalanan masuknya Islam yang diperkirakan terjadi pada akhir abad ke-15. Sejarah mencatat, agama Islam pertama kali dibawa oleh Sjarif Maulana Makmun dari Filipina Selatan ke wilayah Tabukan Utara, tepatnya di Kerajaan Lumauge.
Meskipun nama Kerajaan Lumauge tidak banyak disebut dalam catatan sejarah kerajaan di Sangihe, namun keberadaannya memiliki arti penting dalam penyebaran Islam di wilayah ini. Kerajaan Lumauge diyakini menjadi cikal bakal berdirinya masjid pertama di “Tanah Tampungang Lawo”—sebutan untuk wilayah Sangihe pada masa lampau.
Jejak Sejarah di Masjid Khalid Bin Walid Al Awal Moronge
Salah satu bukti historis yang menandai masuknya Islam di Sangihe adalah berdirinya Musala atau Masjid Khalid Bin Walid Al Awal Moronge di Kampung Likuang, Kecamatan Tabukan Utara, sekitar tahun 1890. Masjid ini menjadi simbol keberadaan dan perkembangan komunitas Muslim di Sangihe yang terus bertahan hingga kini.
“Masuknya Islam di Sangihe memang sesuai sejarah yang ada, pertama kali dibawa oleh seorang Muslim dari Filipina Selatan pada masa kerajaan,” ungkap Jusuf Makasaehe, B.A., Imam Masjid Khalid Bin Walid Al Awal Moronge.
Pada masa awal berdirinya, jangkauan pelayanan masjid ini cukup luas, meliputi beberapa wilayah di Kabupaten Kepulauan Sangihe, seperti Tabukan Utara, Kendahe, hingga Manganitu Selatan.
Menurut Jusuf Makasaehe, lokasi awal masjid tersebut sebenarnya berada di seberang lokasi masjid yang sekarang berdiri. “Dulu, masjid pertama bukan di sini, melainkan di seberang, yang saat ini digunakan sebagai fasilitas pendidikan,” jelasnya.
Perjalanan Panjang Para Imam
Sejak berdiri pada tahun 1890, Masjid Khalid Bin Walid Al Awal Moronge telah dipimpin oleh sejumlah imam yang berperan penting dalam membimbing umat. Imam pertama adalah Araho, yang kemudian dilanjutkan oleh Ibrahim (1912-1918), Karepo Tasin (1918-1937), Hasan Stirman (1937-1950), Nasrun Tatangindatu (1950-1951), Ibrahim Stirman (1951-1952), Mansur Makaminan (1952), Wahidin Mandahari, hingga kini dipimpin oleh Jusuf Makasaehe.
Setiap imam memiliki peran besar dalam menjaga tradisi Islam dan memperkuat komunitas Muslim di Sangihe. Pergantian kepemimpinan ini mencerminkan kesinambungan dakwah Islam di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Kristen.

Perjuangan Mempertahankan Warisan Islam
Memiliki nilai historis yang tinggi, pengurus Masjid Khalid Bin Walid Al Awal Moronge bersama jamaah terus berupaya membangun dan merawat masjid ini. Dengan jumlah sekitar 60 kepala keluarga yang menjadi jamaah tetap, mereka berusaha menjalin relasi dan mencari dukungan dana untuk menjaga kelangsungan tempat ibadah tersebut.
Perjuangan ini membuahkan hasil. Berkat kerja keras pengurus dan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah, upaya pengembangan dan perawatan masjid terus berlanjut. Kehadiran masjid ini menjadi bukti nyata eksistensi Islam di Sangihe yang telah berakar lebih dari seabad lalu.
Seiring waktu, penyebaran Islam di Kepulauan Sangihe pun berkembang, terutama di wilayah Kelurahan Tidore, Kecamatan Tahuna Timur, yang kini menjadi daerah dengan mayoritas penduduk beragama Islam.
Masjid Khalid Bin Walid Al Awal Moronge bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga simbol perjalanan panjang sejarah Islam di Sangihe yang terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat multikultural. (Jay)