SANGIHE.SASTALPOS.COM- Di tengah derasnya arus modernisasi, jemaat Islam Tua atau yang dikenal sebagai Kaum Tua di Kampung Lenganeng, Sangihe, tetap teguh melestarikan tradisi keagamaan mereka. Salah satu ritual yang terus dijaga hingga kini adalah *Ritual Diko Solo*, sebuah tradisi sakral yang telah berusia lebih dari 300 tahun.
Ritual ini kembali dilaksanakan pada Rabu (26/3/2024), beberapa hari menjelang Idulfitri. Jemaat dari berbagai daerah memadati Kampung Lenganeng, pusat keagamaan bagi Jemaat HPK (Himpunan Penghayat Kepercayaan) Sangihe, yang bernaung di bawah Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan Indonesia.
Ritual Bersejarah di Tanah Sangihe
Sejarah mencatat, keberadaan Islam Tua di Sangihe telah ada sejak tahun 1675, seiring dengan masuknya VOC ke Tabukan. Meski zaman terus berubah, Kaum Tua di Lenganeng masih mempertahankan tradisi mereka, termasuk *Ritual Diko Solo*, yang dipercaya sudah berlangsung selama lebih dari tiga abad.
Ritual ini diikuti oleh tiga aliran utama dalam jemaat HPK Sangihe, yaitu Jamaat Hadung, Makung, dan Biangkati. Masing-masing aliran memiliki kekhasan dalam pelaksanaan ritual, namun semuanya berakar pada nilai-nilai keagamaan dan tradisi leluhur.
Menurut tokoh adat setempat, “Ritual Diko Solo” memiliki makna mendalam sebagai bentuk penyucian diri dan pengharapan akan keberkahan menjelang hari raya. Prosesi ini diisi dengan berbagai doa, zikir, dan ritual khusus yang diwariskan secara turun-temurun.
Lenganeng Penjaga Tradisi dan Nilai Religius
Sebagai pusat keagamaan HPK Sangihe, Kampung Lenganeng memegang peran penting dalam menjaga warisan budaya dan spiritual Islam Tua. Bagi jemaat, Ritual Diko Solo bukan sekadar tradisi, melainkan manifestasi keyakinan dan identitas mereka.
“Ritual ini adalah bagian dari warisan leluhur yang harus kami jaga. Ini bukan hanya soal budaya, tetapi juga nilai religius yang menjadi panduan hidup kami,” ujar seorang pemuka jemaat.
Meski zaman terus berkembang, semangat untuk menjaga tradisi ini tetap kuat di kalangan jemaat HPK Sangihe. Setiap tahun, ribuan orang rela menempuh perjalanan jauh untuk berpartisipasi dalam ritual ini, menunjukkan betapa dalamnya akar spiritual yang mereka pegang.
Di tengah modernitas yang kian merambah, “Ritual Diko Solo” menjadi simbol keteguhan jemaat Islam Tua di Sangihe dalam merawat tradisi dan menjaga hubungan spiritual dengan Sang Pencipta. Ritual ini bukan sekadar warisan budaya, melainkan cermin keteguhan iman yang terus hidup di hati para pemeluknya.
(Jay)